Wednesday, October 26, 2011

Masalah Pokok Dalam Etika Bisnis

Andaikan anda adalah seorang direktur teknik yang harus menerapkan teknologi baru. Anda tahu teknologi ini diperlukan dapat meningkatkan efisiensi industri, namun pada saat yang sama juga membuat banyak pegawai yang setia akan kehilangan pekerjaan, karena teknologi ini hanya memerlukan sedikit tenaga kerja saja. Bagaimana sikap anda? Dilema moral ini menunjukkan bahwa masalah etika juga meliputi kehidupan bisnis. Perusahaan dituntut untuk menetapkan patokan etika yang dapat diserap oleh masyarakat dalam pengambilan keputusannya. Sedangkan di pihak lain, banyak masyarakat menganggap etika itu hanya demi kepentingan perusahaan sendiri. Tantangan yang dihadapi serta kesadaran akan keterbatasan perusahaan dalam memperkirakan dan mengendalikan setiap keputusannya membuat perusahaan semakin sadar tentang tantangan etika yang harus dihadapi.INOVASI, PERUBAHAN DAN LAPANGAN KERJA
Aspek bisnis yang paling menimbulkan pertanyaan menyangkut etika adalah inovasi dan perubahan. Sering terjadi tekanan untuk berubah membuat perusahaan atau masyarakat tidak mempunyai pilihan lain. Perusahaan harus menanam modal pada mesin dan pabrik baru yang biasanya menimbulkan masalah karena ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja yang dimiliki dan yang dibutuhkan oleh teknologi baru. Sedangkan perusahaan yang mencoba menolak perubahan teknologi biasanya menghadapi ancaman yang cukup besar sehingga memperkuat alasan perlunya melakukan perubahan. Keuntungan ekonomis dari inovasi dan perubahan biasanya digunakan sebagai pembenaran yang utama.
Sayangnya biaya sosial dari perubahan jarang dibayar oleh para promotor inovasi. Biaya tersebut berupa hilangnya pekerjaan, perubahan dalam masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Biaya-biaya ini tak mudah diukur. Tantangan sosial yang paling mendasar berasal dari masyarakat yang berdiri di luar proses. Dampak teknologi baru bukan mustahil tak dapat diprediksi. Kewaspadaan dan keterbukaan yang berkesinambungan merupakan tindakan yang penting dalam usaha perusahaan memenuhi kewajibannya.
Dampak inovasi dan perubahan terhadap tenaga kerja menimbulkan banyak masalah dibanding aspek pembangunan lainnya. Banyak pegawai menganggap inovasi mengecilkan kemampuan mereka. Hal ini mengubah kondisi pekerjaan serta sangat mengurangi kepuasan kerja. Perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk menyediakan lapangan kerja dan menciptakan tenaga kerja yang mampu bekerja dalam masa perubahan. Termasuk di dalamnya adalah
mendukung, melatih, dan mengadakan sumber daya untuk menjamin orang-orang yang belum bekerja memiliki keahlian dan dapat bersaing untuk menghadapi dan mempercepat perubahan.PASAR DAN PEMASARAN
Monopoli adalah contoh yang paling ekstrem dari distorsi dalam pasar. Ada banyak alasan untuk melakukan konsentrasi industri, misal, meningkatkan kemampuan berkompetisi, memudahkan permodalan, hingga semboyan “yang terkuat adalah yang menang”. Penyalahgunaan kekuatan pasar melalui monopoli merupakan perhatian klasik terhadap bagaimana pasar dan pemasaran dilaksanakan. Kecenderungan untuk berkonsentrasi dan kekuatan nyata dari perusahaan raksasa harus dilihat secara hati-hati.
Banyak kritik diajukan pada aspek pemasaran, misal, penyalahgunaan kekuatan pembeli, promosi barang yang berbahaya, menyatakan nilai yang masih diragukan, atau penyalahgunaan spesifik lain, seperti iklan yang berdampak buruk bagi anak-anak. Diperlukan kelompok penekan untuk mengkritik tingkah laku perusahaan. Negara pun dapat menentukan persyaratan dan standar.PENGURUS DAN GAJI DIREKSI
Unsur kepengurusan adalah bagian penting dari agenda kebijaksanaan perusahaan karena merupakan kewajiban yang nyata dalam bertanggungjawab terhadap barang dan dana orang lain. Perusahaan wajib melaksanakan pengurusan manajemen dengan tekun atas semua harta yang dipertanggungjawabkan pada pemberi tugas. Tugas terutama berada pada pundak direksi yang diharapkan bertindak loyal, dapat dipercaya, serta ahli dalam menjalankan tugasnya. Mereka tidak boleh menyalahgunakan posisinya. Mereka bertanggung jawab pada perusahaan juga undang-undang. Dalam hal ini auditing memegang peranan penting dalam mempertahankan stabilitas antara kebutuhan manajer untuk menjalankan tugasnya dan hak pemegang saham untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan para manajer. Perdebatan mengenai gaji direksi terjadi karena adanya ketidakadilan dalam proses penentuannya, ruang gerak yang dimungkinkan bagi direksi, kurang jelasnya hubungan antara kinerja organisasi dan penggajian, paket-paket tambahan tersembunyi dan kelemahan dalam pengawasan. Tampaknya gaji para direksi meningkat, sementara tingkat pertumbuhan pendapatan rata-rata cenderung menurun, dan nilai saham berfluktuasi. Hal ini menimbulkan kritik dan kesadaran untuk menyoroti kenaikan gaji para eksekutif senior. Informasi dan pembatasan eksternal merupakan unsur penting dalam upaya menyelesaikan penyalahgunaan yang terjadi.TANTANGAN MULTINASIONAL
Sering terjadi, perusahaan internasional mengambil tindakan yang tak dapat diterima secara lokal. Banyak pertanyaan mendasar bagi perusahaan multinasional, seperti kemungkinan masuknya nilai moral budaya ke budaya masyarakat lain, atau kemungkinan perusahaan mengkesploitasi lubang-lubang perundang-undangan dalam sebuah negara demi kepentingan mereka. Dalam prakteknya, perusahaan internasional mempengaruhi perkembangan ekonomi sosial masyarakat suatu negara. Mereka dapat mensukseskan aspirasi negara atau justru malah membuat frustasi dengan menghambat tujuan nasional. Hal ini meningkatkan kewajiban bagi perorangan maupun industri untuk melaksanakan aturan kode etik secara internal maupun eksternal. (Sumber: Tom Cannon, Coporate Responsibility)

Etika Bisnis, Contoh Kasus Indomie Di Taiwan

Menjelang dibukanya persaingan pasar bebas, Akhir-akhir ini makin banyak dibicarakan perlunya pengaturan tentang perilaku bisnis atau etika dalam berbisnis. Hal ini sangat penting diperhatikan dalam melakukan kegiatan bisnis dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar.Dalam kegiatan bisnis ini persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie. Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. “Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini,” kata Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadai, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung di dalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal 0,15%. Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah. Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250 mg per kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.


Dari pembahasan diatas terdapat beberapa factor yang menjadikan produk indomie dilarang dipasarkan dinegara Taiwan. Beberapa factor dianataranya adalah harga yang di tawarkan, bahan dasar atau zat pengawet yang digunakan dan aturan standarisasi. Jika dari harga, harga yang ditawarkan indomie lebih murah dibanding dengan makanan sejenis dengan kualitas yang sama, serta zat pengawet atau bahan pengawet yang digunakan indomie dikatakan berbahaya karena telah melebihi standar pemakaian di Taiwan,namun menurut Ketua BPOM Kustantinah kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Sedangkan aturan Negara masing-masing yang memiliki pandangan berbeda, indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Jadi jelas etika dalam berbisnis sangat perlu diperhatikan sehingga masalah yang sekiranya akan terjadi dapat di selesaikan dengan baik tanpa harus ada salah satu pihak yang dirugikan.

http://novrygunawan.wordpress.com/2010/11/

Etika Pasar Bebas

Pasar bebas adalah sistem ekonomi yang lahir untuk mendongkrak system ekonomi yang tidak etis dan yang menghambat pertumbuhan ekonomi dengan member kesempatan berusaha yang sama, bebas, dan fair kepada semua pelaku ekonomi. Rasanya sia-sia kita mengharapkan suatu bisnis yang baik dan etis kalau tidak di tunjang system social politik dan ekonomi yang memungkinan untuk itu. Dengan kata lain, betapun etisnya etika pelaku bisnis, jika system ekonomi yang berklaku sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral yang dianutnya, akan sangat menyulitkan. Betapa etisnya pelaku ekonomi, kalaupun system yang ada melanggengkan praktek-praktek bisnis yang tidak fair seperti monopoli, kolusi, manipulasi, dan nepotisme secara transparan dan arogan, akan sulit sekali mengharapkan iklim bisnis yang baik dan etis.
Ini berarti, supaya bisnis dapat dijalankan secara baik dan etis, dibutuhkan puluh perangkat hokum yang baik dan adil. Harus ada aturan main yang fair, yang dijiwai oleh etika dan moralitas.

1. Keunggulan moral pasar bebas
Pertama, system ekonomi pasar bebas menjamin keadilan melalui jaminan perlakuan yang sama dan fair bagi semua pelaku ekonomi.
Kedua, ada aturan yang jelas dan fair, dan k arena itu etis. Aturan ini diberlakukan juga secara fair,transparan,konsekuen, dan objektif. Maka, semua pihak secara objektif tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
Ketiga, pasar member peluanyang optimal, kendati belum sempurna, bagi persingan bebas yang sehat dan fair.
Keempat, dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi.
Kelima, pasar juga memberi peluang yang optimal bagi terwujudnya kebebasan manusia.

2. Peran Pemerintah

Syarat utama untuk menjamin sebuah system ekonomi pasar yang fair dan adil adalah perlunya suatu peran pemerintah yang sangat canggih yang merupakan kombinasi dari prinsip non-intervention dan prinsip campur tangan, khususnya demi menegakan keadilan.

Dengan kata lain, syarat utama bagi terwujudnya system pasr yang adil dan dengan demikian syarat utama bagi kegiatan bisnis yang baik dan etis adalah perlunya suatu pemerintah yang adil juga. Artinya, Pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk pada aturan main yang ada, berupa aturan keadilan yang menjamin hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan fair.

Maka siapa saja yang melanggar aturan main akan ditindak secara konsekuen, siapa saja yang dirugikan dak dan kepentingannya akan dibela dan dilindungi oleh pemerintah terlepas dari stastus social dan ekonominya.

Prinsip Etika Bisnis

Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance Managemen Jouurnal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :

  • Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
  • Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
  • Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.

Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.

Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang, karena :

  • Mampu mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya friksi, baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
  • Mampu meningkatkan motivasi pekerja.
  • Melindungi prinsip kebebasan berniaga
  • Mampu meningkatkan keunggulan bersaing.

Tidak bisa dipungkiri, tindakan yang tidak etis yang dilakukan oleh perusahaan akan memancing tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat kontra.

Tanggung Jawab Sosial & Etika Bisnis


Terdapat 3 pendekatan dalam pembentukan tanggung jawab social:
1. pendekatan moral yaitu tindakan yang didasrkanpada prinsip kesatuan
2. pendekatan kepentingan bersama yaitu bahwa kebijakanmoral harus didasarkan pada standar kebersamaan, kewajaran dan kebebasan yang bertanggung jawab
3. kebijakan bermanfaat adalh tanggup jawab social yang didasarkan pada nilai apa yang dilakukan perusahaan menghasilakn manfaat besar bagi pihak berkepentuingan secara adil.

Sukses tidaknya program tanggung jawab perusahaan sangat bergantung pada kesepakatan pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingna yang terllibat dalam proses produksi tindakannya disatu sisi dapat mendukung kinerja perusahaan tapi dissis lain dapat menjadi penggangu karena setip pihak mempunyai criteria tanggung jawab yang berbeda ytang disebabkan kepentingan yang berbeda pula.

Mengelola reaksi terhadap tunrtutan social
Dalam kaitan ini, para ilmuan administrasi, menejemen dan organisasi telah mengembangkan sebuah medel respon yang dapat dipilih perusahaan ketika mereka menghadapi sebuah masalah social.model – model tersebut adalah : obstruktif, defensive,akomodatif, dan proaktif.

Model obstruktif adlah respon terhadap tuntutan masyarakat dimana organisasi menolak tanggung jawab, menolak keabsahan dari bukti – bukti pelanggaran, dan munculkan upaya untuk merintanggi penyelidikan.

Model defensif adalah bentuk respon teerhadap tuntutan masyarakat dimana perusahaan mengakui kesalahan yang berkaitan dengan ketelanjuran atau kelalaian tetapi tidak bertindak obstrutif.

Model akomodatif adalah bentuk respon terhadap masyarakat dimana perusahaan melaksanakan atau memberi tanggung jawab social atau tindakannya selaras denga kepentingan public
Model Proaktif adaloah respon terhadap respon terhadap permintaan social diama organisasi berbeda, melalui uoaya mempelajari tnaggung jawabnya kepada masyararakat dan mealkukan tindakan yang diperlukan tanpa tekana dari mereka.

Sedangkan respondefensif perusahaan cenderung pada aturan yang berlaku, sedangkan respon proaktif menggunakan konsep diskresioner sebagai bahan pertimbangan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Budaya, social, tanggung jawab dan citra. Budaya organisasi adalah seperangkatasumsi yamg dibangu dan dianut bersama sebagai moral organisasi beradaptasi denag proses integrasi internal. Budaya organisasi merupakan bauran dari elemen-elemen filosofi, nilai-nilai, norma, keyakian ,ide dan mitos yang terintgrasi untk menentukan cara kerja dan perilaku organisasional.

Tanggung jawab social dapat dilakukan rutin dan nonruti. Kegiatan rutinberbentuk partisipasi pada kegiatan masyarakat secara khusus terprogram dan dilaksanakan terus menerus, sedangka kegiatan nonrutin dilaksanakan pada kondisi terentu yang memungkinkan perusahaan mempunyai kemampuan dan kapasitas untuk berpartisipasi.

Etika Bisnis

Etika bisnis merupakan standard perilaku nilai-nilai moral yang mengendalikan kebijakan bisnis. Bisnis adalah fenomena social yang secarauniversal harus berpijak pada tata nilai yang berkembangdi masyarakat yang mencakup:
1. peraturan peraturan yang dikembangkan oleh pemerintah atau asosiai yang berkaitan dengan jenis kegiatan bisnis atau niali yang dibangun oleh perusahaan
2. kaidah-kaidah sosio cultural yang berkembang dimasyarakat
dalam masalah kebijakan etis, organisasi akan mengalami pilihan sulit. Untuk kepentingan tsb banyak organisasi memafaatkan pendekatan normative yaitu pendekatan yanmg didasarkan pada norma dan nilai yang berkembang dimasayarakat untuk mengarahkan pengambilankeputusan. Terdapat 5 pendekatan yang relvan bagi orgaisasi.
1. Pendekatan individualisme
2. pendekatan moral
3. pendekatan manfaat
4. pendekatan keadilan
5. pendekatan sosio cultural
Dalam kegiatan pemasaran etika memicu munculnya konsep pemasaran berwawasan social. Membangun etika bisnis tindakan etis mencerminkan perilaku perusahaan dan membangu citra terdapat 3 dasar dalammembangun bisni yaitu: kesadara dan pertimbangan etis, pemikiran etis dan tindakan etis.


source:
http://shelmi.wordpress.com/2010/01/16/tanggung-jawab-sosial-dan-etika-bisnis/

Friday, October 7, 2011

Etika Bisnis Dalam Islam


Etika Islam Tentang Bisnis
Dalam kaitannya dengan paradigma Islam tetntang etika bisnis, maka landasan filosofis yang harus dibangun dalam pribadi Muslim adalah adanya konsepsi hubungan manusia dengan manusia dan lingkungannya, serta hubungan manusia dengan Tuhannya, yang dalam bahasa agama dikenal dengan istilah (hablum minallah wa hablumminannas). Dengan berpegang pada landasan ini maka setiap muslim yang berbisnis atau beraktifitas apapun akan merasa ada kehadiran “pihak ketiga” (Tuhan) di setiap aspek hidupnya. Keyakinan ini harus menjadi bagian integral dari setiap muslim dalam berbisnis. Hal ini karena Bisnis dalam Islam tisak semata mata orientasi dunia tetapi harus punya visi akhirat yang jelas. Dengan kerangka pemikiran seperti itulah maka persoalan etika dalam bisnis menjadi sorotan penting dalam ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam, bisnis dan etika tidak harus dipandang sebagai dua hal yang bertentangan, sebab, bisnis yang merupakan symbol dari urusan duniawi juga dianggap sebagai bagian integral dari hal-hal yang bersifat investasi akherat. Artinya, jika oreientasi bisnis dan upaya investasi akhirat (diniatkan sebagai ibadah dan merupakan totalitas kepatuhan kepada Tuhan), maka bisnis dengan sendirinya harus sejalan dengan kaidah-kaidah moral yang berlandaskan keimanan kepada akhirat. Bahkan dalam Islam, pengertian bisnis itu sendiri tidak dibatasi urusan dunia, tetapi mencakup pula seluruh kegiatan kita didunia yang “dibisniskan” (diniatkan sebagai ibadah) untuk meraih keuntungan atau pahala akhirat. Stetemen ini secara tegas di sebut dalam salah satu ayat Al-Qur’an.
Wahai Orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan pada suatu perniagaan (bisnis) yang dapat menyelamatkan kamu dari adzab pedih ? yaitu beriman kepada allah & Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui

Di sebagian masyarakat kita, seringkali terjadi interpretasi yang keluru terhadap teks al-Qur’an tersebut, sekilas nilai Islam ini seolah menundukkan urusan duniawi kepada akhirat sehingga mendorong komunitas muslim untuk berorientasi akhirat dan mengabaikan jatah dunianya, pandangan ini tentu saja keliru. Dalam konsep Islam, sebenarnya Allah telah menjamin bahwa orang yang bekerja keras mencari jatah dunianya dengan tetap mengindahkan kaidah-kaidah akhirat untuk memperoleh kemenangan duniawi, maka ia tercatat sebagai hamba Tuhan dengan memiliki keseimbangan tinggi. Sinyalemen ini pernah menjadi kajian serius dari salah seorang tokoh Islam seperti Ibnu Arabi, dalam sebuah pernyataannya.
“Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan Al-Qur’an yang diterapkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makna dari atas mereka (akhirat) dan dari bawah kaki mereka (dunia).”

Logika Ibn Arabi itu, setidaknya mendapatkan penguatan baik dari hadits maupun duinia ekonomi, sebagaimana Nabi SAW bersabda :
Barangsiapa yang menginginkan dunia, maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaknya dia berilmu, dan barangsiapa yang menghendaki keduanya maka hendaknya dia berilmu.”

Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa dismping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuantentang etika itu sendiri. Gagal mengetahui pengetahuan tentang etika maupun prosedur bisnis yang benar secara Islam maka akan gagal memperoleh tujuan. Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat juga harus berbasis etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan aktifitas apapun ( termasuk bisnis) maka ia akan mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat sekaligus.
Dari sudut pandang dunia bisnis kasus Jepang setidaknya telah membuktikan keyakinan ini, bahwa motivasi prilaku ekonomi yang memiliki tujuan lebih besar dan tinggi (kesetiaan pada norma dan nilai etika yang baik) ketimbang bisnis semata, ternyata telah mampu mengungguli pencapaian ekonomi Barat (seperti Amerika) yang hampir semata-mata didasarkan pada kepentingan diri dan materialisme serta menafikan aspek spiritulualisme. Jika fakta empiris ini masih bisa diperdebatkan dalam penafsirannya, kita bisa mendapatkan bukti lain dari logika ekonomi lain di negara China, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pengamat Islam, bahwa tidak semua pengusaha China perantauan mempunyai hubungan pribadi dengan pejabat pemerintah yang berpeluang KKN, pada kenyataannya ini malah mendorong mereka untuk bekerja lebih keras lagi untuk menjalankan bisnisnya secara professional dan etis, sebab tak ada yang bisa diharapkan kecuali dengan itu, itulah sebabnya barangkali kenapa perusahaan-perusahaan besar yang dahulunya tidak punya skil khusus, kini memiliki kekuatan manajemen dan prospek yang lebih tangguh dengan dasar komitmen pada akar etika yang dibangunnya
Demikianlah, satu ilustrasi komperatif tentang prinsip moral Islam yang didasarkan pada keimanan kepada akhirat, yang diharapkan dapat mendorong prilaku positif di dunia, anggaplah ini sebagai prinsip atau filsafah moral Islam yang bersifat eskatologis, lalu pertanyaan lebih lanjut apakah ada falsafah moral Islam yang diharapkan dapat mencegah prilaku curang muslim, jelas ada, Al-Qur’an sebagaimana Adam Smith mengkaitkan system ekonomi pasar bebas dengan “hukum Kodrat tentang tatanan kosmis yang harmonis”. Mengaitkan kecurangan mengurangi timbangan dengan kerusakan tatanan kosmis, Firman-Nya : “Kami telah menciptakan langit dan bumi dengan keseimbangan, maka janganlah mengurangi timbangan tadi.” Jadi bagi Al-Qur’an curang dalam hal timbangan saja sudah dianggap sama dengan merusak keseimbangan tatanan kosmis, Apalagi dengan mendzhalimi atau membunuh orang lain merampas hak kemanusiaan orang lain dalam sektor ekonomi)
Firman Allah : “janganlah kamu membunuh jiwa, barangsiapa membunuh satu jiwa maka seolah dia membunuh semua manusia (kemanusiaan)”

Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah a code or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma atau moralitas. Dengan demikian, moral berbeda dengan etika. Norma adalah suatu pranata dan nilai mengenai baik dan buruk, sedangkan etika adalah refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk apa alasan pikirannya, merupakan lapangan etika. Salah satu kajian etika yang amat populer memasuki abad 21 di mellinium ketiga ini adalah etika bisnis.

DIKOTOMI MORAL DAN BISNIS
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari “etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka.
Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon “mitos bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis. Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kebangkitan Etika Bisnis
Sebenarnya, Di Barat sendiri, pemikiran yang mengemukakan bahwa ilmu ekonomi bersifat netral etika seperti di atas, akhir-akhir ini telah digugat oleh sebagian ekonom Barat sendiri. Pandangan bahwa ilmu ekonomi bebas nilai, telah tertolak. Dalam ilmu ekonomi harus melekat nuansa normatif dan tidak netral terhadap nilai-nilai atau etika sosial. Ilmu ekonomi harus mengandung penentuan tujuan dan metode untuk mencapai tujuan. Pemikiran ini banyak dilontarkan oleh Samuel Weston, 1994, yang merangkum pemikiran Boulding(1970), Mc Kenzie (1981), dan Myrdal (1984).
Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom kritis Inggris menerbitkan bukunya yang amat menghebohkan “The Death of Economics", Ilmu Ekonomi sudah menemui ajalnya. (Ormerof,1994). Tidak sedikit pula pakar ekonomi millenium telah menyadari makin tipisnya kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan bisnis modern. Amitas Etzioni menghasilkan karya monumental dan menjadi best seller; The Moral dimension: Toward a New Economics (1988). Berbagai buku etika bisnis dan dimensi moral dalam ilmu ekonomi semakin banyak bermunculnan.
Jadi, menjelang millenium ketiga dan memasuki abad 21, konsep etika mulai memasuki wacana bisnis. Wacana bisnis bukan hanya dipengaruhi oleh situasi ekonomis, melainkan oleh perubahan-perubahan sosial, ekonomi, politik, teknologi, serta pergeseran-pergeseran sikap dan cara pandang para pelaku bisnis atau ahli ekonomi. Keburukan-keburukan bisnis mulai dibongkar. Mulai dari perkembangan pasar global, resesi yang mengakibatkan pemangkasan anggaran PHK, enviromentalisme, tuntutan para karyawan yang makin melampaui sekedar kepuasan material, aktivisme para pemegang saham dalam perusahaan-perusahaan go public atau trans nasional, kaedah-kaedah baru di bidang managemen, seperti Total Quality Management, rekayasa ulang dan bencmarking yang menghasilkan pemipihan hirarki dan empowerment, semuanya telah men¬ingkatkan kesadaran orang tentang keniscayaan etika dalam aktivitas bisnis.
Contoh kecil kesadaran itu terlihat pada sikap para pakar ekonomi kapitalis Barat -yang telah merasakan implikasi keburukan strategi spekulasi yang amat riskan- mengusulkan untuk membuat kebijakan dalam memerangi spekulasi. Prof. Lerner dalam buku “Economics of Control”, mengemukakan bahwa kejahatan spekulasi yang agressif, paling baik bila dicegah dengan kontra spekulasi. Mereka tampaknya belum berhasil menyelesaikan krisis tersebut, meskipun mereka menanganinya dengan serius. Mungkin karena itulah Prof. Taussiq berusaha memecahkan masalah ini dengan memperbaiki moral rakyat. Ia dengan lantang berkomentar, “Obat paling mujarab, bagi kerusakan dunia bisnis adalah norma moral yang baik untuk semua industri”.
Pandangan-pandangan di atas menunjukkan, bahwa di Barat telah muncul kesadaran baru tentang pentingnya dimensi etika memasuki lapangan bisnis.

Kecenderungan Baru
Perusahaan-perusahaan besar, model abad 21, kelihatannya juga mempunyai kecenderungan baru untuk mengimplementasikan etika bisnis sebagai visi masyarakat yang bertanggung-jawab secara sosial dan ekonomis. Realitas di atas, dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh James Liebig, penulis Merchants of Vision. Dalam penelitian itu, ia mewawancarai tokoh-tokoh bisnis di 14 negara. James Liebig menemukan enam perspektif, yang umum berlaku, sbb: 1. Bertindak sesuai etika, 2. Mempertinggi keadilan sosial, 3. Melindungi lingkungan, 4. Pemberdayaan kreatifitas manusia, 5. Menentukan visi dan tujuan bisnis yang bersifat sosial dan melibatkan para karyawan dalam membangun dunia bisnis yang lebih baik, menghidupkan sifat kasih sayang dan pelayanan yang baik dalam proses perusahaan, 6. Meninjau ulang pandangan klasik tentang paradigma ilmu ekonomi yang bebas nilai. Perspektif di atas menunjukkan bahwa etika bisnis yang selama ini jadi cita-cita, kini benar-benar menjadi mudah diwujudkan sebagai kenyataan.
Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak etika dalam dunia bisnis, bahkan kepatuhan kepada etika bisnis, sesungguhnya, bersifat kondusif terhadap upaya meningkatkan keuntungan pengusaha atau pemilik modal. Misalnya, para pengusaha sekarang, percaya bahwa kesenjangan gaji yang tidak terlalu besar antara penerima gaji tertinggi dan terendah dan fasilitas-fasilitas yang diterima oleh kedua kelompok karyawan ini, akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Karyawan yang dulu cendrung dianggap sebagai sekrup dalam mesin besar perusahaan, kini diberdayakan. Perempuan yang selam ini sering menjadi korban tuntutan efisiensi, sekarang mendapatkan perhatian yang layak.
Perusahaan-perusahaan besar kinipun berlomba-lomba menampilkan citra diri yang sadar lingkungan, bukan saja lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial dan budaya. Jika di sarang kapitalisme sendiri, (Amerika dan Eropa) telah mulai berkembang trend baru bagi dunia bisnis, yaitu keniscayaan etika, (meskipun mungkin belum sempurna), tentu kemunculannya lebih mungkin dan lebih dapat subur di negeri kita yang dikenal agamis ini.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan, bahwa eksistensi etika dalam wacana bisnis merupakan keharusan yang tak terbantahkan. Dalam situasi dunia bisnis membutuhkan etika, Islam sejak lebih 14 abad yang lalu, telah menyerukan urgensi etika bagi aktivitas bisnis.

Islam Sumber Nilai dan Etika
Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial.
Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif. Namun, kini mulai muncul era baru etika bisnis di pusat-pusat kapitalisme. Suatu perkembangan baru yang menggembirakan.
Al-Qur’an sangat banyak mendorong manusia untuk melakukan bisnis. (Qs. 62:10,). Al-Qur’an memberi pentunjuk agar dalam bisnis tercipta hubungan yang harmonis, saling ridha, tidak ada unsur eksploitasi (QS. 4: 29) dan bebas dari kecurigaan atau penipuan, seperti keharusan membuat administrasi transaksi kredit (QS. 2: 282).
Rasulullah sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang mendasarkan bangunan bisnisnya kepada nilai-nilai ilahi (transenden). Dengan dasar itu Nabi membangun sistem ekonomi Islam yang tercerahkan. Prinsip-prinsip bisnis yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Realitas ini menjadi bukti bagi banyak orang, bahwa tata ekonomi yang berkeadilan, sebenarnya pernah terjadi, meski dalam lingkup nasional, negara Madinah. Nilai, spirit dan ajaran yang dibawa Nabi itu, berguna untuk membangun tata ekonomi baru, yang akhirnya terwujud dalam tata ekonomi dunia yang berkeadilan.
Syed Nawab Haidar Naqvi, dalam buku “Etika dan Ilmu Ekonomi: Suatu Sistesis Islami”, memaparkan empat aksioma etika ekonomi, yaitu, tauhid, keseimbangan (keadilan), kebebasan, tanggung jawab.
Tauhid, merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan bisnis. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan. Dengan demikian, kegiatan bisnis manusia tidak terlepas dari pengawasan Tuhan, dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan. (QS. 62:10)
Keseimbangan dan keadilan, berarti, bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi (QS.7:31). Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis, tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental (QS. 51:19)
Kebebasan, berarti, bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas, punya kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas bisnis. Dalam ekonomi, manusia bebas mengimplementasikan kaedah-kaedah Islam. Karena masalah ekonomi, termasuk kepada aspek mu’amalah, bukan ibadah, maka berlaku padanya kaedah umum, “Semua boleh kecuali yang dilarang”. Yang tidak boleh dalam Islam adalah ketidakadilan dan riba. Dalam tataran ini kebebasan manusia sesungguynya tidak mutlak, tetapi merupakan kebebasan yang bertanggung jawab dan berkeadilan.
Pertanggungjawaban, berarti, bahwa manusia sebagai pelaku bisnis, mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan atas perilaku bisnis. Harta sebagai komoditi bisnis dalam Islam, adalah amanah Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

PANDUAN NABI MUHAMMAD DALAM BISNIS
Rasululah Saw, sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah: Pertama, bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim). Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
Keempat, ramah-tamah . Seorang palaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).
Keenam, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
Ketujuh, tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
Kedelapan, takaran, ukuran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: “Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. 83: 112).
Kesembilan, Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah. Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.
Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakuan.
Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
Keduabelas, tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial. Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
Ketigabelas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).
Keempatbelas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. 4: 29).
Kelimabelas, Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
Keenambelas, Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Sabda Nabi Saw, “Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya” (H.R. Muslim).
Ketujuhbelas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan (QS. 2: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.
Demikianlah sebagian etika bisnis dalam perspektif Islam yang sempat diramu dari sumber ajaran Islam, baik yang bersumber dari al-Qur’an maupun Sunnah.

dikutip dari:
http://www.slideshare.net/zudin/etika-bisnis-dalam-islam
http://deshion.com/artikel/bisnis/129-etika-bisnis-dalam-islam.html
http://wandykumis.wordpress.com/2010/11/19/etika-bisnis-dalam-perpektif-islam/

Etika Bisnis Orang Jepang

Etika Mengalah pada yang Lebih Tua
Sudah merupakan kebiasaan dalam meeting di Jepang untuk selalu memberi kesempatan pada orang yang lebih tua dan mempunyai jabatan tertinggi untuk memberikan pendapat atau komentar terlebih dahulu. Orang yang lebih tua juga selalu paling diperhatikan pendapat dan nasihatnya. Ketika membungkuk—tradisi menyapa Jepang—kita harus selalu membungkuk lebih dalam kepada orang-orang yang lebih senior.
Pelajaran yang bisa diambil: Budaya bisnis Jepang menghargai mereka yang lebih senior untuk kebijaksanaan dan pengalaman yang mereka bagikan ke perusahaan. Di Jepang, umur adalah sama dengan pangkat. Jadi, semakin tua seseorang, semakin dianggap penting pulalah dia.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Kita bisa berusaha untuk sedikit mengalah kepada orang-orang yang lebih senior atau mereka yang berpangkat lebih tinggi. Jika Anda tidak setuju/berselisih pendapat dengan seorang manajer, keluarkan keluhan Anda secara pribadi di ruangan tertutup. Jangan pernah mempertanyakan otoritas dan kekuasaannya di depan orang lain. Ketahuilah bahwa mereka yang berada di atas Anda itu adalah memang orang-orang yang layak dipromosikan karena keahlian dan pengalaman mereka. Lain halnya jika mereka yang berada di atas Anda itu mencapai jabatannya lewat KKN, nepotisme dan suap. Anda lebih baik keluar dari perusahaan tersebut.

Etika Tanamkan Motivasi Melalui Slogan
Banyak perusahaan Jepang memulai hari mereka dengan meeting pagi, dimana para pekerja berbaris dan menyanyikan slogan perusahaan sebagai salah satu cara untuk menanamkan motivasi dan kesetiaan terhadap perusahaan. Hal ini juga penting untuk menjaga agar semua karyawan tetap ingat akan maksud dan tujuan perusahaan.
Pelajaran yang bisa diambil: Sekilas, tradisi ini mungkin terlihat seperti aktivitas untuk “cuci otak” atau indoktrinasi. Tetapi, hal ini merupakan cara Jepang untuk menanamkan semangat kerja bagi seluruh karyawannya. Acara pagi ini berfungsi untuk terus mengingatkan misi dan visi perusahaan yang perlahan bisa menjadi kabur seiring dengan sibuknya hari-hari kerja.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Ingatkan diri Anda setiap kali duduk di tempat kerja—apa yang sebenarnya Anda kerjakan. Refresh kembali visi, misi dan tujuan jangka panjang dalam benak Anda. Tetaplah sadar akan betapa pentingnya kerja sama tim dan seluruh perusahaan untuk mencapai tujuan tersebut. Buat daftar dari slogan Anda sendiri supaya bisa dibaca dan diingat lagi jika Anda sedang hilang atau patah semangat.

Etika Getol Kerja, Getol Hiburan Juga
Setelah melalui waktu kerja, para pekerja Jepang siap untuk bersantai—sangat santai bahkan. Mengunjungi bar demi bar setelah jam kerja adalah hal yang umum—bahkan sudah menjadi tradisi. Jika lingkungan kerja merupakan tempat yang formal dan resmi, bar adalah tempat para pekerja Jepang berhura-hura. Salah satu tempat favorit adalah karaoke bar, dimana semua orang diharapkan untuk ikut bernyanyi—walaupun ada dari mereka yang tidak bisa menyanyi. Selain itu, klub-klub malam juga menjadi tempat favorit, tidak hanya untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan hiburan, tetapi juga untuk saling berbagi informasi dan memperkuat tali persaudaraan dalam suatu tim

Etika Hormati Kartu Nama Orang Lain
Sebuah meeting di Jepang selalu dimulai dengan ritual pertukaran kartu nama yang dilakukan secara formal dan resmi. Ritual ini dinamakan Meishi Kokan. Dalam proses pertukaran kartu nama, orang yang diberi kartu menerimanya dengan kedua tangan, membaca kartu nama tersebut dengan teliti, membaca tulisan yang ada hingga terdengar oleh semua orang, lalu meletakkannya dalam tempat kartu nama, atau di atas meja di depannya (sehingga bisa langsung dibaca kembali apabila diperlukan). Kartu nama tidak pernah ditaruh di dalam kantong, karena dianggap tak sopan.
Pelajaran yang bisa diambil: Pertukaran kartu nama adalah cara untuk mengekspresikan rasa hormat dan menganggap penting orang lain dalam suatu pertemuan. Ini menunjukkan Anda menghargai pertemuan tersebut, sama dengan halnya Anda akan menghargai pertemuan-pertemuan selanjutnya.
Bagaimana kita mengadaptasinya: Mungkin akan terlihat konyol apabila Anda benar-benar melakukan tradisi Meishi Kokan di tempat lain. Tetapi, jika Anda menerima kartu nama dari orang lain, usahakanlah untuk membaca dan menyerap semua informasi yang ada di dalamnya. Tidak ada ruginya berusaha untuk mengingat nama lengkap orang tersebut. Sebaliknya, Anda akan terlihat kasar dan tidak sopan jika Anda langsung menjejalkan kartu nama tersebut ke dalam kantong terdekat.

PERAN ETIKA BISNIS DALAM KEHIDUPAN EKONOMI


Oleh: Drs. M. Arafah Sinjar, M.Hum
A. Pengantar
Bila dikaji lebih mendalam, filsafat bukanlah ilmu yang tidak memiliki relevansi dengan ilmu-ilmu lain. Dan filsafat tidak hanya mengawang-ngawang, namun filsafat justru memiliki kajian yang nyata dan realistis dan tidak lepas dari keterkaitan masalah-masalah kehidupan manusia.
Etika merupakan salah satu cabang dari filsafat yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia, yaitu kehidupan ekonomi. Filsafat tidak sekedar berdialog dengan realitas social ekonomi yang ada namun juga ikut serta menyumbangkan gagasan pemecahan permasalahan yang menyimpang didalam dunia bisnis pada umumnya dan bisnis perbankan pada khususnya. Karna itu, Etika bisnis berusaha menanggulangi penyimpangan-penyimpangan yang seharusnya sejalan dengan prinsip-prinsip etika bisnis bangsa Indonesia yang mengakar tau sistem nilai masyarakat kita. Penyimpangan dari bisnis diatas seperti halnya, gaya penipuan yang semakin canggih seperti Mark-up pemalsuan data, penerbitan surat berharga fiktif, praktek money laundering, saling menjatuhkan, persaingan yang tidak sehat, uang, sogok, yang semir, kolusi pencairan dana, pembocoran rahasia, ekspor fiktif yang menghebohan karena merugikan negara materil maupun imateril.
Dalam pembangunan ekonomi terutama dalam dunia perbankan tidak hanya melihat bidang organisasi, manajemen, perencanaan jangka pandang, sistem informasi, budaya kerja, tapi yang sangat menentukan dan tidak kalah penting dengan lainnya adalah “etika Bisnis”.
Dalam rangka mengantisipasi globalisasi di bidang perdagangan, industri, khususnya sektor perbankan, maka sudah jelas bahwa tidak hanya segi strategi kompetisi , organisasi, teknologi. Namun yang menyangkut bercirikan etika bisnis yang tumbuh dan dijunjung tinggi oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia.
Agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengn kompitator internasional, maka akar etika Pancasila tetap dipetahankan bahkan diusahakan sebagai tuan rumah yang mampu mewanai atau menjadi lokomotif etika perekonomian nasional kita walaupun kita telah berada di ambang pintu globalisasi seperti AFTA pada Tahun 2003 dan sejenisnya.
Pemegang peranan penting dalam rangka menghadapi era globalisasi yang serba terbuka ini adalah manusia yang berperilaku. Sejauh mana manusia pebisnis itu memahami etika yang benar. Bagaimana seseorang menghargi suatu pandangan hidup yang memiliki bobot kearifan dan bagaimana seseorang menanggapi lingkungan sekitarnya. Karena itu kalau tidak ditata dan dikembangkan secara sadar, masalah ini tidak bisa menjadi makin kabur dan generasi mendatang tidak tahu lagi apa yang benar dan apa yang tidak benar.
Etika merupakan instrument penting di dalam kehidupan ini, karena etika dapat dipandang sebagai sarana orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pernyataan yang amat fundamental “bagaimana saya harus hidup dan bertindak”. Etika mau membantu, agar kita lebih mampu untuk mempertanggung jawabkan kehidupan kita. Etika bukan suatu sumber tambah bagi ajaran moral, melainkan merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika bisnis itu sendiri sesungguhnya mengacu pada adanya seperangkat aturan-aturan yang berkaitan dengan “profesionalisme Code of Conduct” dan aturan main dalam konteks profesionalisme ini dilandasi oleh pandangan-pandangan moral tentang nilai-nilai apa yang benar dan salah.
Etika bisnis merupakan patokan atau rambu perilaku yang menentukan apa yang baik dan yang tidak baik dalam suatu tindakan. Ia berbeda dengan dogma agama dan juga merupakan produk hukum.
Bagi Indonesia saat ini yang sedang terlibat dalam gemuruhnya proses pembangunan nasional atau pengembangan perekonomian nasionalnya seyogayanya lebih memahami yang namanya etika bisnis. Arti dan esensi yang sebenarnya etika bisnis itu bagaimana ?
Walaupun nampaknya diatas adanya pola arah perilaku yang berlandaskan tata nilai dan norma atau ukuran yang seharusnya dilandasi falsafah Pancasila, tetapi nampak ada penyimpangan maupun kecenderungan-kecenderungan baru didalam pengaruh era globalisasi.
Perkembangan pembangunan ekonomi di era globalisasi ditandai dengan terjadinya bidang kerja, ada penerbit, manajer, manajer pmasaran, manajer keuangan, konsultan, notaries, advokat, dan pengusaha senior maupun pengusaha muda, sehingga tampak bahwa Setelah ada deferensiasi masyarakat, terjadi aliansi kepentingan dan kolusi kepentingan.
Penyimpangan-penyimpangan dalam bisnis sudah tidak mampu dibendung, seperti halnya dalam dunia perbankan. Penyalahgunaan “Secret;y Waiver” semacam surat pernyataan dari nasabah bank untuk melepaskan diri ketentuan dari rahasia bank. Kadang ada pihak banka maupun luar bank dengan kesewenangan menggunakan secara bebas. Secret;y Waiver sebenarnya di Indonesia sudah bisa diterapkan dalam rangka mendapatkan kejelasan tentang nasabah yang menunggak atau sudah bisa mempertanggung jawabkan penggunaan kreditnya. Nasabah bank juga kadang berlindung pada undang-undang perbankan tentang ketentuan rahasia bank.
Perbuatan-perbuatan curang juga kadang terjadi pada penilaian (surveyor) taah dan bangunan, seperti mengatur dan merekayasan bahwa tanah atau rumah yang akan dijadikan jaminan, namun yang ditunjuk sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang ada dibuku tanah atau IMB (Izin mendirikan bangunan).
Bila diamati dunia perbankan, maka ditemukan juga semakin sering menjadi korban kejahatan akibat merebaknya korupsi, pemalsuan dan penipuan dengan sarana komputer dalam praktek perbankan. Namun, yang paling parah adalah adanya fenomena ketidakdisiplinan dari kejujuran pada tingkat pimpinan bank. Bahkan justru mengadakan kolusi yang bobrok, seperti halnya memberi input kepada nasabahnya untuk tidak melunasi hutangnya dengan cara difailitkan sisa kekayaan yang masih ada dijual. Sebagian dari hasil kekayaan yang masih ada dijual. Sebagian dari hasil penjualan itu diberikan sebagai gift kepada pejabat bank. Demikian selolas yang terjadi didalam dunia percaturan ekonomi di negara kita yang tercinta ini. Namun, sebagai insan cinta tanah airnya, sudah pasti tidak hanya berpangku tangan melihat kejadian-kejadian yang tidak bermoral bahkan lebih jauh melanggar aturan-aturan yang ada. Dengan sadar panggilan hati nurani murni dan cinta tanah air itulah maka kita tidak pernah berhenti bertanya kenapa penyimpangan-penyimpangan di atas selalu terjadi, dan bagaimana melurus-kannya.

B. Evaluasi
Pelaku bisnis yang dikaitkan dengan etika adalah manusia itu sendiri. Oleh karena manusia itu bukanlah makhluk yang berdiri sendiri yang dapay mempertankan kediriannya tanpa ada perubahan-perubahan sikap atau penampilan, namun ia merupakan sosok makhluk yang terdiri dari jasmani rohani, yang mana didalamnya di samping ada yang berbentuk fisik material juga ada immaterial, seperti akal pikiran, emosi, perasaan dan lain sebagainya. Oleh karena itu bilamana manusia dikaitkan dengan makhluk pelaku bisnis yang diharapkan memiliku bobot etika bisnis, maka tidak lepas dari sifat-sifat, kondisi atau keadaan struktur masyarakatnya, yaitu corak lingkungan social politik ekonomi dan budaya masyarakat tersebut.
Penulis tidak heran bilamana mendapat informasi tentang adanya manusia bersifat malaikat, dalam pengertian tidak tergoda akan pengaruh-pengaruh yag tidak bermoral apalagi menyimpang dari norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Demikian pula penulis tidaklah heran kalau di antara pebisnis ada yag muncul sebagai koboi bank yang bersifat serakah dan sikat kiri kanan tanpa memperdulikan rambu-rambu kesopanan maupun aturan yang ada.
Penampilan-penampilan diatas nampaknya diwarnai atau dipengaruhi oleh beberapa factor :
Pertama : Adalah factor dari dalam diri manusia, seperti suara hati manusia mengalami adanya hukum dalam hati yang tidak ia ciptakan sendiri melainkan sebagai yang harus ia taati. Suara hati itu memerintahkan manusia untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan menolak apa yang jahat. Bagi orang yang beriman, manusia mengalami dalam suatu hati seorang diri berada bersama dengan tuhan yang selalu menyapanya. Ada juga manusia yang menentang suara hatinya, menguburkan dalam-dalam teriakan suara hatinya yang terdalam untuk menampilkan suatu perilaku yang tidak terpuji. Karena manusia tersebut suara hatinya tidak menggetarkan dirinya untuk berbuat sesuatu yang baik karena ia telah menjadi tumpul karena kebiasaan berdosa.
Faktor ke dua : adalah melalui budaya seperti halnya alat-alat atau teknologi, yang mana tidak satu unsur pribadi manusia yang luput dari pengaruh teknik. Kemudian selanjutnya adanya “etos” masyarakat yaitu kompleks kebiasaan dan sikap-sikap manusia terhadap waktu, alam dan kerja.
Secara sosiologis etika bisnis merupakan salah satu produk social, merupakan produk lingkungannya. jadi atas dasar hal itu dapat kita katakan bahwa mau tidak mau lingkungan social, politik, ekonomi, budaya dari suatu masyarakat jelas berpengaruh terhadap bagaimana arti, bentuk dan penerapan etika bisnisnya.
Factor lain adalah sangat “inti” karena menyangkut hati dari kebudayaan. Yaitu pemahaman dari masyarakatcara bagaimana menafsirkan dirinya, sejarah dan tujuannya.
Lapisan yang mempengaruhi di sini adalah paham-paham atau keyakinan seseorang sehingga berpikir dan bertindak selalu berusaha sesuai dengan isme-isme yang melatar belakangi dari pihak pelaku bisnis.
Pengaruh lain yang dirasakan dahsat adalah karena adanya era globalisasi yang sangat derasis merubah pembangunan yang bercirikan agraris menjadi industrial area. Bahkan proses pembangunan membuat unsur perubahan tidak saja perubahan fisik tetapi juga perubahan dalam sistem nilai.
Bagaimanapun dahsatnya pengaruh di atas yang memiliki potensi untuk merubah pendirian pelaku bisnis. Namun yang patut dicamkan bahwasanya seseorang atau suatu masyarakat yang sudah siap dan sadar akan posisi dirinya, maka seorang pengusaha atau seorang bankir selalu menempatkan dirinya pada dua sisi, yakni ; mentalitas dan aspek profesionalisme.
Pada prinsipnya profesionalisme juga tidak terlepas dari prinsip-prinsip atau bankir harus yakin bahwa ia sebagai hamba Allah, berperilaku social yakin bahwa ia sebagai hamba Allah, berperilaku social yakni ia utuk kepentingan usaha dagangnya. Ini menyangkut urusan mental. Sebagaimana yang diuraikan oleh Immanuel Kant, tentang mentalitas dewasa ini, sikap hidup hedonistic dan kerakusan merebut peluang cukup menclok. Demi kesenangan dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Disadari oleh kant bahwa sukar menetapkan perilaku seseorang di dalam menjalankan suatu tindakan, apakah itu dapat dinilai moralitas atau justru tidak memiliki bobot moralitas. Karena yang kita amati hanyalah apa yang secara lahiriah belaka. Oleh karena itu dengan tegas kant mengatakan bahwa “hanya Allah mampu melihat bahwa tekad batin kita adalah moral dan murni”.
Pelaku bisnis diberbagai lapangan, nampaknya masih jauh dari harapan bilamana perlaku bisnis akan ditempatkan pada posisi makhluk sadar akan kewajibannya sebagai dasar tindakan moral sebagaimana Kant mengatakan bahwa seseorang dianggap moralist dimana tindakannya benar-benar sesuai dengan kewajiban (auspt licht). Tindakan tersebut tidak didasari oleh karena adanya kecenderungan spontan atau selera pribadi, melainkan landasan tindakan itu demi kewajiban semata-mata, inilah tindakan yang baik. Baik pada dirinya sendiri(baik an sich).
Penulis masih berkesimpulan bahwa di Indonesia masih sukar diterapkan konsep moral dan etika Immanuel kant didalam paham imperatif katagoris ini didala dunia bisnis. Factor-faktor yang tidak dapat mewujudkannya karenan beberapa factor yang mempengaruhi pelaku bisnis. Factor-faktor yang tidak dapat mewujudkannya karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku bisnis tersebut. Walaupun tidak semua pebisnis demikian, tetapi pada umumya mereka masih bertindak karena adanya kepentingan sendiri, pertimbangan utung rugi, atau tidakan mereka hanya berusaha menyeseuaikan hukum, agar tidak dikategrikan melanggar hukum.
Di sinilah perlunya perhatian kita terhadap makhluk pebisnis tidak hanya diperhatikan bobot keerampilannya, tetapi benar-benar menyadari keberadaan dan fungsinya. Mereka harus menyadari bahwa kepercayaan dari pemerintah dan rakyat harus dipelihara. Seperti diberinya izin berarti pemerintah mempercayai kepada pemilik bank untuk menarik dan mengelola dana-dana masyarakat. Kalau mereka gunakan dana bank utuk kelompoknya sendiri, itu sama juga merampok negara. Janganlah pemilik bank cenderung menganggap bank adalah kasir mereka dapat di tarik kapan saja untuk kepentingan usaha sendiri. Mental semacam ini terus menghinggapi bank sampai sekarang.
Menurut hasil riset info bank selama ini menunjukkan, remuknya bank karena diperas habis-habisan oleh pemilik dan bankirnya sendiri.

C. Saran-saran
Kegiatan bisnis pada hakekatnya merupakan simbol kehidupan yang dinamis bagi manusia yang memfungsikan jiwa, akal pikiran dan panca inderanya untuk mengantisipasi keberlangsungan keberadaan makhluk yang berpikir didalam suatu konstalasi suasana ruang waktu yang saling terkait.
Dalam rangka mengarungi bahtera yang penuh gelobang dan tantangan, terutama menjelang era globalisasi, maka makhluk pelaku bisnis dan orang-orang yang terkait di tanah air yang tercinta ini, kiranya memperhatikan saran-saran penulis di bawah ini. Sebagai bahan pertimbangan untuk meniti karier dalam dunia bisnis pada umumya dan khususnya dalam dunia bisnis pada umumnya dan khususnya dalam dunia bisnis industi perbankan:
1. Setiap individu yang terlibat langsung dalam sutu kegiatan bisnis. Seharusnya meyakini dirinya bahwa ia bersikap kritis-bijak yaitu adan landasan etika bisnis yang selalu mewarnai setiap buah pikiran, sikap dan performansnya.
Seseorang bankir harus bisa membedakan posisi bank dengan perusahaan. Bangir menghadapi dan pengelolah uang. Pendekatan oprasinya harus penuh dengan kehati-hatian. Oleh karena itu persaingan dala dunia pebankan, tidak hanya pada moral dan asset dan harus besar, atau ROA (retur on eferage assets) dan ROE (Return on Everage Equity) nya harus tumbuh membumbug, tetapi tidan kalah pentingnya adalah bank dan bankir harus menyesuaikan etika perbankan sebagai bankir. Oleh karena itu hendaknya mulai sekarang para pelaku bisnis berlatih keras untuk meningkatkan kesadaran moral, tidak lagi bertindak dengan dasar selera pribadi atau tindakan sekedar menyesuaikan hukum, melainkan landasan tindakan itu demi kewajiban semata-mata. Walaupun itu memang diakui suatu perjuangan yang pahit tetapi mulia.
Bilamana sikap mentalitas imperatif kategoris Immanuel Kant dapat diterapkan didalam dunia bisnis, maka pelanggaran etika apalagi pelaggaran hukum dapat dikikis sedikit demi sedikit.
Penyebab utama adalah semakin mudah para birokrat “untuk main mata” untuk berbagai nikmat dari hasil pelanggaran etika, ini dikarenakan kaburnya pengertian dan criteria, yang mana etis dan tida etis, ukurannya sudah terlampau buram.
Seseorang yang memiliki kemauan moral, bila ia seorang bawahan maka ia berani memberi pertimbangan “kalau perlu menolak dan bahka berhenti”, bila hal yang bertentangan dengan kode etik perbankan masih saja digelindingkan oleh pimpinannya. Seperti halnya disuruh membuat promosi ikhwal pelayanan bank dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau penyinggung bank lain.
2. Perlunya pembinaan terhadap calon pebisnis dan para bankir maupun yang akan memasukkan dunia perbankan tentang pemikiran yang luas dan cakrawala berpikir yang menyeluruh. Peningkaan cara berfikir makro sebelum mikro . Penulis melihat banyak hambatan bahkan merusak pembangunan nasional dan merugikan bank nasional, tidak hanya bertentangan dengan moral pancasila, khususnya dengan sila ke lima, ke adilan social. Karena individu-individu yang mementingkan diri sendiri dengan memperkaya diri atas beban bank. Sebagaimana kita ketahui bahwa bank ialah suatu usaha jasa, yang modal utamanya terdiri dari kepercayaan. Oleh karena itu, yang harus melekat pada setiap keputusan dan langkah adalah “kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi”. Seorang bankir tidak mudah dirasuki oleh paham yang serba materi. Yang mana pertimbangan materialistic selalu menjadi penggerak keputusannya. Konkritnya adalah janganlah menjadi bankir yang materialistic sehingga mudah berpindah dari suatu bank ke bank yang lain, yang dampaknya sangat mengganggu dunia perbankan karena akan menciptakan kemudahan budaya “bajak membajak bankir”
3. Perlu ditumbuh kembangkan keterbukaan dan budaya malu. Harus ada terobosan yang dapat ditempuh. Keterbukaan bank sangat dibutuhkan untuk membuka sesuai batas yang ada, namun sudah mampu menjadi bahan potensi untuk memaklumkan debitur nakal, sebab kalau tidak, keadaan bank tidak sehat akan begini terus. Ada kredit macet perlu diekspos, tidak perlu ditutupi. Sehingga biamana dibiarkan demikian, maka suatu waktu bank itu Go Public, dapat duit bursa. Kemudian duit masyarakat inilah yang digunakan untuk menutupi kerugian yang disebabkan debitur yang punya kredit macet tadi.
4. Sebagaimana tulisan sebelum menyatakan bahwa pada dasarnya makhluk pebisnis tetaplah manusia bukan malaikat. Sehingga tidak lepas dari kebutuhan manusia yang meruang dan mewaktu. Ia memiliki pemahaman-pemahaman etika dan moral bahkan semua aturan yang terkandung di dalam butir-butir keramat sila-sila Pancasila di luar menyuap untuk menunjang kelanjutan hidupnya terancam bahkan ada gejala macet dalam kelanjutan kehidupannya maka dalam keadaan tersebut mereka mudah sekali keluar dari sistem yang legal untuk menabrakrambu-rambu kesopanan, bahkan meningkat ke pelanggaran hukum. Oleh karena itu sangat diperiori-taskan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi karyawan, pegawai negeri, atau birokrat yang sangat banyak pera nannya dalam hal urusan dunia perbankan maupun dunia ekonomi lainnya.
Penulis sangat prihatin tentang hasil survei luar negeri terbukti yang mengatakan bahwa “gaji pegawai negeri di Indonesia rata-rata hanya cukup untuk hidup selama 10 (sepuluh) hari saja”. Pertanyaannya adalah 20 (dua puluh) hari itu ? tidak mungkin menjadi malaikat yang tidak butuh papan sandang dan pangan. Sehingga jalan keluarnya ada ngobyek kiri kanan. Lantas muncullah ekonomi biaya yang tinggi. Kalau dia dibagian perizinan / birokrasi biasanyabanyak tambahan [unthe table] sehinga mengakibat-kan pengusaha asing /investormengundukan diri karena ‘high cost’ yang tidak termasuk kalkulasi. Namun penulis juga menyadari bahwa kenaikan gaji yang berlipat-lipat tidaklah menjadi jaminan ampuh untuk ngerem kerakusan dalam uatu dunia bisnis .godaan yang bergemuru dalam diri manusia ditambah dengan pengaruh kehidupan gemerlapan yang over acting kadang bembuat bankirTIDA tahan mental dan tidak kuat menahan godaan sogokan, suap [bribery]. Seprti hundoro b halim menyuap oknum tim pemeriksa bank Indonesia [BI] sebesar Rp 60.000.000.000,- [enam puluh miliar ] sehingga bank Indonesia hanya mengusulkan agar bank berniagaan [mengganti manajemennya]. Untuk sementara hundoro aman [infobank Edisi khusus juni No.211/1997].
5. Melihat sosok manusia beseta perilaku seharianya tidaklah selalu gambaran yang sebenarnya.karna memang manusia itu sendiri adalah mahluk misteri.Kadang dikira sabar,taat,saleh ternyata pembobol bank atau koboi bank.Demikian pula sebaliknya,nampaknya nakal,seram tidak mudah senyum, namun sangat jujur dan mudah dipercaya.Ada benarnya pepata yang mengatakan”Dalamnya laut dapat diukur tetapi hati orang sukar ditebak”. Yang tahu hanyalah dirinya dan Tuhan Pencipta alam semesta ini.
6. Dalam hal memperbaiki kondisi seseorang terutama menunjang untuk menjadi manusia pengelola usaha, pebisnis yang mental pancasilais dan profesional namun tetap harus ada perangkat perangkat untuk mengawasi seseorang.Seperti halnya para pengawas; ;disini sangat diharap Dewan komisaris,jangan kelompok ini justru dibayar murah,datang seenaknya, tidak ada ruang atau sekedar pajangan person saja, bahkan lebih para lagi bila mana dewan pengawas atau dewan komisaris tidak memahami seluk beluk dunia perbankan.
7. Perlu penambahan Dewan audit karna ini juga berfungsi sebagai dewan pengawas juga pengawas dengan sistm yang bersifat stuktural yakni unit pengawasan intern. Kiranya juga sudah saatnya ditinjau lebih gigih lagi tenteng masih suburnya pengaruh nepotisme dalam dunia perbankan yang pada hakikatnya membuat lemah sistim pengawasan.
8. Adalah: Penegakan hukum. Penulis menyadari bahwa etika bisnis tidak meiliki bobot potensi sanksi.Namun yang ada hanyalah sekedar panggilan hati nurani justru sebenarnya bilamana hati nurani yang mengutuk dan mengukum maka terasa lebih membekas dan membuat orang yang tidak menaati peradilan moral itu tidak dipercayai oleh diriny sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Oleh karna itu, pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang melembaga secara bertahap dan sistimatis mengadakan pembinaan mental bangsa yang akan menjadi asset pembangunan diberbagai bidang. Walaupun pada prinsipnya bangsa Indonesia telah kaya akan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai dasar materi pembinaan, namun tidaklah salah bilamana juga membuka diri dan wawasan dari nilai-nilai yang datangnya dari luar seperti halnya nilai-nilai yang ada di dalam ajaran Immanuel Kant tentang imperatif kategoris.
9. Sebenarnya dengan amat berat kesepakatan suatu masyarakat untuk menciptakan suatu aturan bersama yang harus ditaati oleh warga dan penguasanya. Sebab, aturan tersebut, memiliki bobot sanksi bagi pelanggarnya dengan tidak pandang bulu.
10. Kode etik adalah “seperangkat nilai yang bias mengefektifkan peraturan antara karyawan dan atasan” pada akhirnya sanksi-sanksi menyangkut pelanggaran kode etik tersebut, harus dikembalikan pada masing-masing bank.
11. Hukum memiliki cirri khas yang tegas dan tidak hanya membiarkan sesuatu kerusakan, kejahatan atau pelanggaran rambu-rambu kiri dan kanan tanpa ada sanksinya. Oleh karena itu, pemerintah tidak hanya perlu political will, namun yang perlu adalah commitmen will.
12. Moralitas yang mengarah ke korupsi karna tidak malu menyalahgunakan wewenang. Sebenarnya pejabat tidak perlu melakukan korupsi karena telah memiliki modal dasar, yaitu sumpah jabatan. Dasar moral juga harus memiliki pimpinan informal atau pimpinan agama, sehingga dasar moral ini harus selalu ditumbuhkan.
13. Perlu disamak keputusan organisasi kerjasama ekonomi pembangunan [organization for economic cooperation and development-oecd ]yang telah menyetujui diberlakukanya undang-undang anti penyuapan (bibery). Berdasarkan undang-undang itu sertiap perusahaan multi nasional yang terbukti melakukan penyuapan atau kolusi untuk menda-patkan sebuah proyek dapat diajukan ke pengadilan .
14. Sebernarnya di Indonesia soal pemberantasan korupsi cukup memadai. Peraturan itu kita jadikan base,tetapi yang penting adalah penegak hukum. Dalam hal emforcement,jaksa harus menindak koruptor,polisi juga dilibatkan,pers diberi kebebasan.Pokoknya berbagai bidang atau total foot ball, semua harus disentuh. Juga tidak cukup budaya malu, tetapi juga harus ditumbuhkan budaya bersalah. Keter-bukaan dan usaha menghindari kolusi, korupsi maupun nepotisme akan sangat membantu tumbuhnya perbaikan dunia bisnis terutama dunia perbankan. Usaha tersebut merupakan salah satu inti perjuangan daripada apa yang disebut “reformasi total”.

Kasus Pelanggaran Etika Bisnis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah
Kita mengenal beberapa perusahaan monopoli di Indonesia. Perusahaan-perusahaan n kami dalam tujuan tersebut diberi mandat untuk menyediakan kebutuhan masyarakat di Indonesia. Salah satu Perusahaan tersebut adalah PT. X.
PT. X merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan mandat untuk menyediakan kebutuhan listrik di Indonesia. Seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi PT. X untuk memenuhi itu semua, namun pada kenyataannya masih banyak kasus dimana mereka merugikan masyarakat. Kasus ini menjadi menarik karena disatu sisi kegiatan monopoli mereka dimaksudkan untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33, namun disisi lain tindakan PT. X justru belum atau bahkan tidak menunjukkan kinerja yang baik dalam pemenuhan kebutuhan listrik masyarakat.
Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana PT. X sebagai perusahaan monopoli berkaitan dengan etika bisnis, disertai beberapa contoh kasus yang pernah ada.
1.2 Batasan Masalah
Dalam makalah ini hanya dibahas tentang pelanggaran berkaitan dengan etika bisnis yang dilakukan oleh PT. X.
1.3 Tujuan
Adapun maksud dan tujuan kami dalam penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi syarat dalam mata kuliah Etika Bisnis, untuk memperkenalkan pelanggaran yang dilakukan oleh PT X kepada para mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

BAB II
ISI

2.1 Pengertian monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam pasar dimana hanya ada satu atau segelintir perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidan industri atau bisnis tersebut. Dengan kata lain, pasar dikuasai oleh satu atau segelintir perusahaan, sementara pihak lain sulit masuk didalamnya. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Secara umum perusahaan monopoli menyandang predikat jelek karena di konotasikan dengan perolehan keuntungan yang melebihi normal dan penawaran komoditas yang lebih sedikit bagi masyarakat, meskipun dalam praktiknya tidak selalu demikian. Dalam ilmu ekonomi dikatakan ada monopoli jika seluruh hasil industri diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan yang disebut monopolis atau perusahaan monopoli.

2.2 Jenis monopoli
Ada dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir karena mekanisme murni dalam pasar. Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya pasar bersifat terbuka. Karena itu, perusahaan ain sesungguhnya bebas masuk dalam jenis industri yang sama. Hanya saja, perusahaan lain tidak mampu menandingi perusahaan monopolistis tadi sehingga perusahaan yang unggul tadi relatif menguasasi pasar dalam jenis industri tersebut.
Yang menjadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial. Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut. Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional. Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri industri dalam negeri, demi memenuhi economic of scale, dan seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan. Monopoli ini merupakan suatu rekayasa sadar yang pada akhirnya akan menguntungkan kelompok yang mendapat monopoli dan merugikan kepentingan kelompok lain, bahkan kepentingan mayoritas masyarakat.

2.3 Ciri pasar monopoli
Adapun yang menjadi ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
1. Pasar monopoli adalah industri satu perusahaan. Dari definisi monopoli telah diketahui bahwa hanya ada satu saja perusahaan dalam industri tersebut. Dengan demikian barang atau jasa yang dihasilkannya tidak dapat dibeli dari tempat lain. Para pembeli tidak mempunyai pilihan lain, kalau mereka menginginkan barang tersebut maka mereka harus membeli dari perusahaan monopoli tersebut. Syarat-syarat penjualan sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan monopoli itu, dan konsumen tidak dapat berbuat suatu apapun didalam menentukan syarat jual beli.
2. Tidak mempunyai barang pengganti yang mirip. Barang yang dihasilkan perusahaan monopoli tidak dapat digantikann oleh barag lain yang ada didalam pasar. Barang-barang tersebut merupakan satu-satunya jenis barang yang seperti itu dan tidak terdapat barang mirip yang dapat menggantikan.
3. Tidak terdapat kemungkinan untuk masuk kedalam industri. Sifat ini merupakan sebab utama yang menimbulkan perusahaan yang mempunyai kekuasaan monopoli. Keuntungan perusahaan monopoli tidak akan menyebabkan perusahaan-perusahaan lain memasuki industri tersebut.
4. Dapat mempengaruhi penentuan harga. Oleh karena perusahaan monopoli merupakan satu-satunya penjual didalam pasar, maka penentuan harga dapat dikuasainya. Oleh sebab itu perusahaan monopoli dipandang sebagai penentu harga.
5. Promosi iklan kurang diperlukan. Oleh karena perusahaan monopoli adalah satu-satunya perusahaan didalam industri, ia tidak perlu mempromosikan barangnya dengan menggunakan iklan. Walau ada yang menggunakan iklan, iklan tersebut bukanlah bertujuan untuk menarik pembeli, melainkan untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakat.

2.4 Undang-undang tentang monopoli
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam situasi tertentu kita membutuhkan perusahaan besar dengan kekuatan ekonomi yang besra, dalam banyak hal praktik monopoli, oligopoli, suap, harus dibatasi dan dikendalikan, karena bila tidak dapat merugikan kepentingan masyarakat pada umumnya dan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Strategi yang paling ampuh untuk itu, sebagaimana juga ditempuh oleh Negara maju semacam Amerika, adalah melalui undang-undang anti-monopoli.
Di Indonesia untuk mengatur praktik monopoli telah dibuat sebuah undang-undang yang mengaturnya. Undang-undang itu adalah Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Undang-undang ini menerjemahkan monopoli sebagai suatu tindakan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktik monopoli pada UU tersebut dijelaskan sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. UU ini dibagi menjadi 11 bab yang terdiri dari beberapa pasal.


2.5 Contoh Kasus
PT. X adalah perusahaan pemerintah yang bergerak di bidang pengadaan listrik nasional. Hingga saat ini, PT. X masih merupakan satu-satunya perusahaan listrik sekaligus pendistribusinya. Dalam hal ini PT. X sudah seharusnya dapat memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, dan mendistribusikannya secara merata.
Usaha PT. X termasuk kedalam jenis monopoli murni. Hal ini ditunjukkan karena PT. X merupakan penjual atau produsen tunggal, produk yang unik dan tanpa barang pengganti yang dekat, serta kemampuannya untuk menerapkan harga berapapun yang mereka kehendaki.
Pasal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sehingga. Dapat disimpulkan bahwa monopoli pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara. Pasal 33 mengamanatkan bahwa perekonomian Indonesia akan ditopang oleh 3 pemain utama yaitu koperasi, BUMN/D (Badan Usaha Milik Negara/Daerah), dan swasta yang akan mewujudkan demokrasi ekonomi yang bercirikan mekanisme pasar, serta intervensi pemerintah, serta pengakuan terhadap hak milik perseorangan. Penafsiran dari kalimat “dikuasai oleh negara” dalam ayat (2) dan (3) tidak selalu dalam bentuk kepemilikan tetapi utamanya dalam bentuk kemampuan untuk melakukan kontrol dan pengaturan serta memberikan pengaruh agar perusahaan tetap berpegang pada azas kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Contoh kasus monopoli yang dilakukan oleh PT. X adalah:
1. Fungsi PT. X sebagai pembangkit, distribusi, dan transmisi listrik mulai dipecah. Swasta diizinkan berpartisipasi dalam upaya pembangkitan tenaga listrik. Sementara untuk distribusi dan transmisi tetap ditangani PT. X. Saat ini telah ada 27 Independent Power Producer di Indonesia. Mereka termasuk Siemens, General Electric, Enron, Mitsubishi, Californian Energy, Edison Mission Energy, Mitsui & Co, Black & Veath Internasional, Duke Energy, Hoppwell Holding, dan masih banyak lagi. Tetapi dalam menentukan harga listrik yang harus dibayar masyarakat tetap ditentukan oleh PT. X sendiri.
2. Krisis listrik memuncak saat PT. X Perusahaan Listrik Negara (PT. X) memberlakukan pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah termasuk Jakarta dan sekitarnya, selama periode 11-25 Juli 2008. Hal ini diperparah oleh pengalihan jam operasional kerja industri ke hari Sabtu dan Minggu, sekali sebulan. Semua industri di Jawa-Bali wajib menaati, dan sanksi bakal dikenakan bagi industri yang membandel. Dengan alasan klasik, PLN berdalih pemadaman dilakukan akibat defisit daya listrik yang semakin parah karena adanya gangguan pasokan batubara pembangkit utama di sistem kelistrikan Jawa-Bali, yaitu di pembangkit Tanjung Jati, Paiton Unit 1 dan 2, serta Cilacap. Namun, di saat yang bersamaan terjadi juga permasalahan serupa untuk pembangkit berbahan bakar minyak (BBM) PLTGU Muara Tawar dan PLTGU Muara Karang.
Dikarenakan PT. X memonopoli kelistrikan nasional, kebutuhan listrik masyarakat sangat bergantung pada PT. X, tetapi mereka sendiri tidak mampu secara merata dan adil memenuhi kebutuhan listrik masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya daerah-daerah yang kebutuhan listriknya belum terpenuhi dan juga sering terjadi pemadaman listrik secara sepihak sebagaimana contoh diatas. Kejadian ini menyebabkan kerugian yang tidak sedikit bagi masyarakat, dan investor menjadi enggan untuk berinvestasi.

2.6 Monopoli PT. X ditinjau dari teori etika deontology
Konsep teori etika deontologi ini mengemukakan bahwa kewajiban manusia untuk bertindak secara baik, suatu tindakan itu bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuan baik dari tindakan itu, melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri dan harus bernilai moral karena berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang baik dari pelaku.
Dalam kasus ini, PT. X (Persero) sesungguhnya mempunyai tujuan yang baik, yaitu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional. Akan tetapi tidak diikuti dengan perbuatan atau tindakan yang baik, karena PT. X belum mampu memenuhi kebutuhan listrik secara adil dan merata. Jadi menurut teori etika deontologi tidak etis dalam kegiatan usahanya.

2.7 Monopoli PT. X ditinjau dari teori etika teleology
Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologi justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang akan dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dalam kasus ini, monopoli di PT. X terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33 UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka PT. X dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.

2.8 Monopoli PT. X ditinjau dari teori etika utilitarianisme
Etika utilitarianisme adalah teori etika yang menilai suatu tindakan itu etis apabila bermanfaat bagi sebanyak mungkin orang. Tindakan PT. X bila ditinjau dari teori etika utilitarianisme dinilai tidak etis, karena mereka melakukan monopoli. Sehingga kebutuhan masyarakat akan listrik sangat bergantung
pada PT. X.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa PT. X Perusahaan Listrik Negara (Persero) telah melakukan tindakan monopoli, yang menyebabkan kerugian pada masyarakat. Tindakan PT. X ini telah melanggar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
3.2 Saran
Untuk memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat secara adil dan merata, ada baiknya Pemerintah membuka kesempatan bagi investor untuk mengembangkan usaha di bidang listrik. Akan tetapi Pemerintah harus tetap mengontrol dan memberikan batasan bagi investor tersebut, sehingga tidak terjadi penyimpangan yang merugikan masyarakat. Atau Pemerintah dapat memperbaiki kinerja PT. X saat ini, sehingga menjadi lebih baik demi tercapainya kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33.

Etika Bisnis Pada Pasar Persaingan Sempurna

Kalau melihat kondisi pasar perdagangan internasional saat ini, metamorfosis pasar diperkirakan akan menuju ke arah suatu bentuk pasar “free market competition”.
Free market competitions atau yang biasa kita kenal dengan pasar bebas, merupakan pasar dimana didalamnya tidak ada unsur intervensi (campur tangan) dari pemerintah.

Mekanisme pasar atau tarik ulur antara demand dan supply adalah yang mendasari berjalannya transaksi pasar. Dalam free market competitions biasanya bentuk pasar adalah pasar persaingan sempurna. Melihat kondisi pasar perdagangan internasional sekarang ini, metamorfosis pasar diperkirakan akan menuju ke arah suatu bentuk pasar “free market competition”. Karena pasar bebas merupakan bentuk pasar yang paling adil.

Berbicara mengenai pasar (market), lebih dahulu harus kita kerucutkan apa itu definisi dari pasar Pasar secara umum diartikan sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli. Namun, inti dari pasar itu sendiri adalah transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli. Jadi pasar dapat terbentuk bukan hanya dari bentuk riil pasar itu sendiri, tapi proses transaksi yang ada didalamnya. Kalau begitu, di rumah pun dapat terbentuk pasar, bahkan juga di dunia maya seperti internet karena pasar (market) pada intinya adalah mekanisme pertukaran antara uang dengan barang.

Ada dua etika yang harus di pegang oleh para pelaku pasar agar pasar selalu dalam kondisi ideal dan fairness, yaitu :

Ø Pasar harus dalam kondisi ekuiblirium. Teori ekonomi mengenal ekuiblirium sebagai titik pertemuan antara demand dan supply. Dalam etika pasar islami, ekuiblirium diartikan sebagai titik pertemuan persamaan hak antara pembeli dan penjual. Hak yang seperti apa Hak pembeli untuk mendapatkan barang dan hak penjual untuk mendapatkan uang yang sepantasnya dari barang yang dijualnya. Dalam konteks hak ini, kewajiban-kewajiban masing-masing pihak harus terpenuhi terlebih dahulu, kewajiban bagi penjual untuk membuat produk yang berkualitas dan bermanfaat dan bagi pembeli untuk membayar uang yang sepantasnya sebagai pengganti harga barang yang dibelinya.

Adanya optimasi manfaat
Ø barang oleh pembeli dan penjual. Dapat diartikan sebagai pertemuan antara kebutuhan pembeli dengan penawaran barang oleh penjual sebagai bentuk ta’awun atau lebih keren kita sebut sebagai bertemunya need dan order. Bertemunya dua hal ini, menjadikan barang yang ditransaksikan membawa manfaat, dan menghilangkan kemubadziran dan kesia-siaan.

Free market competition sebagai bentuk pasar persaingan sempurna, tanpa adanya intervensi pemerintah dan diperkirakan merupakan bentuk pasar yang paling adil ini mampukah membawa kemaslahatan bagi ummat Jawabanya kontroversi, bagi yang pro, pasar bebas akan membawa kemaslahatan, dengan argumen pasar bebas merupakan pasar yang paling adil. Pasar dalam Islam sendiri, memiliki kecenderungan ke arah pasar bebas dengan persaingan sempurna.

Walaupun Islam juga mengatur tentang intervensi pasar, tetapi hanya sebatas ketika terjadi ketidak sempurnaan pasar dan ada oknum-oknum yang menyebabkan persaingan penjadi tidak fair. Oleh karenannya, agar pasar terdorong ke arah pemusatan maslahah ummat, etika-etika bisnis harus dipegang dan diaplikasikan secara nyata oleh pelaku pasar. Selain itu, setiap negara telah mempersiapkan SDM yang berkualitas yang siap berkompetisi.

Dalam persaingan pasar sempurna juga memerlukan etika bisnis didalamnya, apa lagi melihat kondisi pasar perdagangan internasional saat ini. Ada 2 etika yang harus diberlakukan dalam persaingan sempurna yaitu Pasar harus dalam kondisi ekuiblirium dan Adanya optimasi manfaat barang oleh pembeli dan penjual.

Pasar Oligopoli adalah suatu bentuk pasar yang terdapat beberapa penjual dimana salah satu atau beberapa penjual bertindak sebagai pemilik pasar terbesar ( price leader ). Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi, iklan, pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka. Di Indonesia pasar oligopoli dapat dengan mudah kita jumpai, misalnya pada pasar semen, pasar layanan operator selular, pasar otomotif serta pasar yang bergerak dalam industri berat.
Sifat-sifat pasar oligopoli :
- Harga produk yang dijual relatif sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lain

Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel.


contoh : perusahaan otomotif. Seperti toyota, honda, suzuki, dkk



skarang ni sudah cukup banyk orang yg mulai mikirkan pentngnya beretika dalam berbisnis.
seberna ap sh yg dmaksud dengan etika dalam berbisnis itu?
sebelumnya akan jelaskan apa yg dmaksd dengan etika itu sndiri.berdasarkan matakuliah yang sering didapati di ETIKA PROFESI yg juga didapat dari serching saat da tugas aq kn coba jelaskn mulai dari asal mula kata itu sampe ap sh yg dikatakan d kamus besar qt,Kamus Besar Bahasa Indonesia. ETIKA Pasar persaingan sempurna dapat didefinisikan sebagai suatu struktur pasar atau industri dimana terdapat banyak penjual dan pembeli, dan setiap penjual atau pun pembeli tidak dapat mempengaruhi keadaan di pasar.
Ciri-ciri selengkapnya dari pasar persaingan sempurna adalah seperti yang diuraikan dibawah ini :
v Perusahaan adalah pengambil harga
Pengambil harga atau price taker berarti suatu perusahan yang ada di dalam pasar tidak dapat menentukan atau mengubah harga pasar. Apa pun tindakan perusahaan dalam pasar, ia tidak akan menimbulkan perubahan ke atas harga pasar yang berlaku. Harga barang di pasar ditentukan oleh interaksi diantara keseluruhan produsen dan keseluruhan pembeli. Seorang produsen terlalu kecil peranannya didalam pasar sehingga tidak dapat mempengaruhi penentuan harga atau tingkat produksi dipasar. Peranannya sangat kecil tersebut disebabkan karena jumlah produksi yang diciptakan produsen merupakan sebagian kecil saja dari keseluruhan jumlah barang yang dihasilkan dan diperjual-belikan.
v Setiap perusahaan mudah keluar atau masuk
Sekiranya perusahaan mengalami kerugian, dan ingin meninggalkan industri tersebut, langkah ini dapat dengan mudah dilakukan. Sebaliknya apabila ada produsen yang ingin melakukan kegiatan di industri tersebut, produsen tersebut dapat dengan mudah melakukan kegiatan yang diinginkannya tersebut. Sama sekali tidak terdapat hambatan-hambatan, baik secara legal maupun dalam bentuk lain secara keuangan atau secara kemampuan teknologi, misalnya kepada perusahaan-perusahaan untuk memasuki atau meninggalkan bidang usaha tersebut.
v Menghasilkan barang serupa
Barang yang dihasilkan berbagai perusahaan tidak mudah untuk dibeda-bedakan. Barang yang dihasilkan sangat sama atau serupa. Tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara barang yang dihasilkan suatu perusahaan lainnya. Barang seperti itu dinamakan dengan istilah barang identical atau homogenous. Karena barang-barang tersebut adalah sangat serupa para pembeli tidak dapat membedakan yang mana dihasilkan produsen A atau B atau produsen yang lainnya. Barang yang dihasilkan seorang produsen merupakan pengganti sempurna kepda barang yang dihasilkan oleh produsen-produsen lain. Sebagai akibat dari efek ini, tidak ada gunanya kepada perusahaan-perusahaan untuk melakukan persaingan yang berbentuk persaingan bukan harga atau nonprice competition atau persaingan dengan misalnya melakukan iklan dan promosi penjualan. Cara ini tidak efektif untuk menaikkan penjualan karena pembeli mengetahui bahwa barang-barang yang dihasilkan berbagai produsen dalam industri tersebut tidak ada bedanya sama sekali.
v Terdapat banyak perusahaan di pasar
Sifat inilah yang menyebabkan perusahaan tidak mempunyai kekuasaan untuk mengubah harga. Sifat ini meliputi dua aspek, yaitu jumlah perusahaan sangat banyak dan masing-masing perusahaan adalah relative kecil kalau dibandingkan dengan keseluruhan jumlah perusahaan di dalam pasar. Sebagai akibatnya produksi setiap perusahaan adalah sangat sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah produksi dalam industri tersebut,. Sifat ini menyebabkan apa pun yang dilakukan perusahaan, seperti menaikkan atau menurunkan harga dan menaikkan atau menurunkan produksi, sedikit pun ia tidak mempengaruhi harga yang berlaku dalam pasar/industri tersebut.
v Pembeli mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai pasar
Dalam pasar persaingan sempurna juga dimisalkan bahwa jumlah pembeli adalah sangat banyak. Namun demikian dimisalkan pula bahwa masing-masing pembeli tersebut mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai keadaan dipasar, yaitu mereka mengetahui tingkat harga yang berlaku dan perubahan-perubahan ke atas harga tersebut. Akibatnya para produsen tidak dapat menjual barangnya dengan harga yang lebih tinggi dari yang berlaku di pasar.
Kebaikan dan keburukan pasar persaingan sempurna
Pasar persaingan sempurna memiliki bebarapa kebaikan dibandingkan pasar-pasar yang lainnya antara lain :
1. Persaingan sempurna memaksimumkan efisiensi
Sebelum menerangkan kebaikan dari pasar persaingan sempurna ditinjau dari sudut efisiensi, terlebih dahulu akan diterangkan dua konsep efisiensi yaitu:
a. Efisiensi produktif : Untuk mencapai efisiensi produktif harus dipenuhi dua syarat. Yang pertama, untuk setiap tingkat produksi, biaya yang dikeluarkan adalah yang paling minimum. Untuk menghasilkan suatu tingkat produksi berbagai corak gabungan faktor-faktor produksi dapat digunakan. Gabungan yang paling efisien adalah gabungan yang mengeluarkan biaya yang paling sedikit. Syarat ini harus dipenuhi pada setiap tingkat produksi. Syarat yang kedua, industri secara keseluruhan harus memproduksi barang pada biaya rata-rata yang paling rendah, yaitu pada waktu kurva AC mencapai titik yang paling rendah. Apabila suatu industri mencapai keadaan tersebut maka tingkat produksinya dikatakan mencapai tingkat efisiensi produksi yang optimal, dan biaya produksi yang paling minimal.
b. Efisiensi Alokatif
Untuk melihat apakah efisiesi alokatif dicapai atau tidak, perlulah dilihat apakah alokasi sumber-sumber daya keberbagi kegiatan ekonomi/produksi telah dicapai tingkat yang maksimum atau belum. Alokasi sumber-sumber daya mencapai efisiensi yang maksimum apabila dipenuhi syarat berikut : harga setiap barang sama dengan biaya marjinal untuk memproduksi barang tersebut. Berarti untuk setiap kegiatan ekonomi, produksi harus terus dilakukan sehingga tercapai keadaan dimana harga=biaya marjinal. Dengan cara ini produksi berbagai macam barang dalam perekonomian akan memaksimumkan kesejahteraan masyarakat.
Efisiensi dalam persaingan sempurna
Didalam persaingan sempurna, kedua jenis efisiensi ynag dijelaskan diatas akan selalu wujud. Telah dijelaskan bahwa didalam jangka panjang perusahaan dalam persaingan sempurna akan mendapat untung normal, dan untung normal ini akan dicapai apabila biaya produksi adalah yang paling minimum. Dengan demikian, sesuai dengan arti efisiensi produktif yang telah dijelaskan dalam jangka panjang efisiensi produktif selalu dicapai oleh perushaan dalam persaingan sempurna.
Telah juga dijelaskan bahwa dalam persaingan sempurna harga = hasil penjualan marjinal. Dan didalam memaksimumkan keuntungan syaratnya adalah hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Dengan demikian didalam jangka panjang keadaan ini berlaku: harga = hasil penjualan marjinal = biaya marjinal. Kesamaan ini membuktikan bahwa pasar persaingan sempurna juga mencapai efisiensi alokatif.
Dari kenyataan bahwa efisiensi produktif dan efisiensi alokatif dicapai didalam pasar persaingan sempurna.
2. Kebebasan bertindak dan memilih
Persaingan sempurna menghindari wujudnya konsentrasi kekuasaan di segolonan kecil masyarakat. Pada umumnya orang berkeyakinan bahwa konsentrasi semacam itu akan membatasi kebebasan seseorang dalam melakukan kegiatannya dan memilih pekerjaan yang disukainya. Juga kebebasaannya untuk memilih barang yang dikonsumsikannya menjadi lebih terbatas.
Didalam pasar yang bebas tidak seorang pun mempunyai kekuasaan dalam menentukan harga, jumlah produksi dan jenis barang yang diproduksikan. Begitu pula dalam menentukan bagaimana faktor-faktor produksi digunakan dalam masyarakat, efisiensilah yang menjadi factor yang menentukan pengalokasinya. Tidak seorang pun mempunyai kekuasan untuk menentukan corak pengalokasiannya. Selanjutnya dengan adanya kebebasaan untuk memproduksikan berbagai jenis barang maka masyarakat dapat mempunyai pilihan yang lebih banyak terhadap barang-barang dan jasa-jasa yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhannya. Dan masyarakat mempunyai kebebasan yang penuh keatas corak pilihan yang akan dibuatnya dalam menggunakan factor-faktor produksi yang mereka miliki.
Disamping memiliki kebaikan-kebaikan, pasar persaingan sempurna juga memiliki keburukan-keburukan antara lain :
1. Persaingan sempurna tidak mendorong inovasi
Dalam pasar persaingan sempurna teknologi dapat dicontoh dengan mudah oleh perusahaan lain. Sebagai akibatnya suatu perusahaan tidak dapat meemperoleh keuntungan yang kekal dari mengembangkan teknologi dan teknik memproduksi yang baru tersebut. Oleh sebab itulah keuntungan dalam jangka panjang hanyalah berupa keuntungan normal, Karena walaupun pada mulanya suatu perusahaan dapat menaikkan efisiensi dan menurunkan biaya, perusahaan-perusahaan lain dalam waktu singkat juga dapat berbuat demikian. Ketidakkekalan keuntungan dari mengembangkan teknologi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak terdorong untuk melakukan perkembangan teknologi dan inovasi.
Disamping oleh alasan yang disebutkan diatas, segolongan ahli ekonomi juga berpendapat kemajuan teknologi adalah terbatas dipasar persaingan sempurna karena perusahaan-perusahan yang kecil ukurannya tidak akan mampu untuk membuat penyelidikan untuk mengembangkan teknologi yang lebih baik. Penyelidikan seperti itu sering kali sangat mahal biayanya dan tidak dapat dipikul oleh perusahaan yang kecil ukurannya.
2. Persaingan sempurna adakalanya menimbulkan biaya sosial
Didalam menilai efisiensi perusahaan yang diperhatikan adalah cara perusahaan itu menggunakan sumber-sumber daya. Ditinjau dari sudut pandangnan perusahaan, penggunaannya mungkimn sangat efisien. Akan tetapi, ditinjau dari sudut kepentingan masyarakat, adakalanya merugikan.
3. Membatasi pilihan konsumen
Karena barang yang dihasilkan perusahaan-perusahan adalah 100 persen sama, konsumen mempunyai pilihan yang terbatas untuk menentukan barang yang akan dikonsumsinya.
4. Biaya dalam pasar persaingan sempurna mungkin lebih tinggi
Didalam mengatakan biaya produksi dalam pasar persaingan sempurna adalah paling minimum,tersirat (yang tidak dinyatakan)pemisalan bahwa biaya produksi tidak berbeda. Pemisalan ini tidak selalu benar. Perusahaan-perusahaan dalam bentuk pasar lainnya mungkin dapat mengurangi biaya produksi sebagai akibat menikmati skala ekonomi,perkembangan teknologi dan inovasi.
5. Distribusi pendapatan tidak selalu rata
Suatu corak distribusi pendapatan tertentu menimbulkan suatu pola permintaan tertentu dalam masyarakat. Pola permintaan tersebut akan menentukan bentuk pengalokasian sumber-sumber daya. Ini berarti distribusi pendapatan menentukan bagaimana bentuk dari penggunaan sumber-sumber daya yang efisien. Kalau distribusi pendapatan tidak merata maka penggunaan sumber-sumber daya (yang dialokasikan secara efisien) akan lebih banyak digunakan untuk kepentingan golongan kaya.